HTC_-_ilustrasi_artikel-desember-Serabi_Notosuman,_Legenda_Kuliner_Dari_Kota_Solo_yang_Tak_Pernah_Mati

Serabi Notosuman, Legenda Kuliner Dari Kota Solo yang Tak Pernah Mati

Saat mendapat pertanyaan tentang makanan tradisional paling legendaris di kota Solo, sahabat HTC Solo Baru pasti akan menjawab salah satunya adalah Serabi Notosuman. Sebuah jawaban yang sangat benar, karena kudapan ini memang telah terkenal sejak puluhan tahun lalu dan hingga saat ini masih eksis melayani pelanggan.

Serabi merupakan hasil olahan campuran tepung beras, santan kelapa dan gula serta beberapa tambahan lain sebagai variasi dan pelezat. Bentuknya bundar tebal dengan, warna putih bersih dan terasa lunak pada bagian tengah. Sedangkan pinggirnya lebih tipis dan berwarna kecoklatan

Kisah masa lalu dan sekarang

Menurut cerita, kue serabi sudah dikenal masyarakat sejak zaman kerajaan Mataram Islam dan hal ini tercatat pada suatu kitab bernama Serat Centhini. Sahabat HTC Solo Baru, dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Raja Pabubuwana (PB) V yang bertahta dari tahun 1814 hingga 1823 M sering memilih serabi sebagai santapan di berbagai acara istana.

Dalam perkembangannya, serabi mulai sering dijajakan oleh para penjual kudapan di beberapa daerah strategis seperti Pasar Pon dan pasar tradisional lainnya. Sedangkan  Serabi Notosuman sendiri perintisnya adalah seorang warga Solo keturunan Tionghoa bernama Hoo Gek Hok.

Dengan dibantu istrinya, Tan Giok Lan, pada tahun 1923 pria ini membangun usaha kuliner serabi di pinggir jalan yang saat ini bernama Jalan Veteran di daerah Serengan. Selanjutnya sahabat HTC Solo Baru, pasangan ini sempat berpindah tempat ke jalan lain yang sekarang menjadi Jalan Yos Sudarso.

Pada perkembangannya, kemudian mereka menetap di kampung Notokusuman yang oleh masyarakat setempat lebih sering disebut dengan Notosuman saja. Di tempat ini, pasangan Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan berhasil meraih kesuksesan besar. Selain itu karena berada di Notosuman, maka serabi mereka diberi nama Serabi Notosuman.

Kini usaha kuliner tersebut diteruskan oleh cucu mereka, Lidia dan Handayani dengan mengambil tempat yang sama yaitu Kampung Notosuman atau tepatnya di Jalan Moh. Yamin. Jika Lidia mengelola di sisi utara jalan, sedangkan Handayani memilih lokasi yang sama dengan kakeknya di sebelah selatan jalan.

Jadi jika sahabat HTC Solo Baru menemukan dua outlet Serabi Notosuman di daerah tersebut, tidak usah bingung lagi. Keduanya menggunakan resep masakan yang sama dan asli warisan dari Hoo Gek Hok. Sehingga rasa serabinya benar-benar mantap dan terasa lembut di lidah.

Sebenarnya sangat mudah sekali menemukan kue serabi saat berkeliling di Kota Solo. Hampir di setiap pusat keramaian seperti pasar tradisional, kawasan Pasar Pon hingga Pasar Klewer banyak sekali penjual kudapan ini secara langsung dari wajan.

Meski demikian, bagi sahabat HTC Solo Baru yang ingin mendapatkan cita rasa lebih istimewa dan sangat khas, Serabi Notosuman tetap menjadi pilihan terbaik. Tak hanya legendaris saja, keberadaannya juga sangat terkenal di seluruh Indonesia.



RELATED POSTS