Saat jalan-jalan di Alun-Alun Selatan Keraton Kasunanan Surakarta, sahabat Hartono Trade Center pasti akan menyaksikan puluhan kerbau. Sebagian tinggal di kandang yang terletak di tenggara dan sebagian lainnya berada di sisi utara, tepatnya di seputar Sitiginggil.
Jika melihat secara sekilas saja, kawanan kerbau ini memiliki penampilan yang sama dengan kerbau lainnya. Hanya satu yang membedakan, kulitnya berwarna terang atau putih kemerahan, sehingga sangat populer dengan sebutan kerbau bule.
Selain itu bagi masyarakat Solo khususnya kerabat Keraton Kasunanan, keberadaan hewan ini punya makna yang sangat tinggi. Kerbau bule tersebut merupakan kerbau pusaka dan dianggap keramat, bahkan memiliki nama panggilan khusus, Kyai Slamet.
Asal-usul
Menurut catatan tertulis dari buku Babad Solo buah karya dari Raden Mas Said, di Keraton Kasunanan Solo terhadap seorang pujangga besar bernama Yosodipuro. Dari penjelasan pujangga tersebut sahabat Hartono Trade Center, diketahui jika keberadaan kerbau bule Kyai Slamet itu sudah ada sejak zaman pemerintahan Raja Pabubuwono II.
Saat itu, pusat kerajaan atau ibu kota Mataram Islam masih berada di Kartosuro. Pada suatu hari, Raja Pakubowono II memperoleh hadiah istimewa dari seorang sahabatnya yang tinggal di Tegalsari Ponorogo, Kyai Hasan Beshari. Wujudnya berupa sepasang kerbau bule.
Oleh Pakubuwono II, sepasang kerbau ini dipelihara dan beranak pinak. Dari sinilah kemudian keturunan binatang tersebut dijadikan hewan pusaka bernama Kyai Slamet dan hal ini terus berlangsung sampai sekarang.
Kisah masa lalu dan saat ini
Menurut cerita sejarah lainnya, Keraton Kartosuro pernah mengalami kerusuhan dan disebut sebagai peristiwa geger pecinan. Saat terjadi huru-hara tersebut Pakubwono II sempat melarikan diri ke Ponorogo. Dalam pelarian ini Sahabat Hartono Trade Center, kebo bule Kyai Slamet punya peran sebagai penunjuk jalan.
Selanjutnya ketika geger pecinan usai dan Keraton Kartosuro telah luluh lantak, Raja Pakubuwono II berniat memindah ibukota kerajaan ke tempat baru. Selama pencarian lokasi ibukota baru, kerbau bule Kyai Slamet kembali menunjukkan perannya.
Sekawanan hewan ini berjalan di bagian paling depan dengan iringan para abdi dalem dan tokoh spiritual. Ketika kerbau bule Kyai Slamet berhenti di suatu tempat, hal ini dijadikan sebagai tanda atau wahyu apabila lokasi tersebut merupakan tempat terbaik untuk mendirikan ibukota baru.
Sahabat Hartono Trade Center, lokasi ini tidak lain adalah yang saat ini telah menjadi komplek Keraton Kasunanan Surakarta. Perpindahan ini sendiri terjadi pada tanggal 17 Februari 1745 dan sekarang telah ditetapkan sebagai hari kelahiran kota Surakarta. Sedangkan keratonnya, bernama lengkap Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Kemudian pada masa sekarang, Keraton Kasunanan Surakarta masih aktif menggelar ritual pergantian tahun 1 Muharam atau 1 Suro. Pada malam pergantian tahun tersebut dikeluarkan sejumlah pusaka untuk dikirab mengelilingi tembok keraton. Dalam ritual ini sahabat Hartono Trade Center, kebo bole Kyai Slamet juga menjadi penunjuk jalan lagi atau cucuk lampah.