HTC_-_ilustrasi_artikel-juli-Jangan_Bingung,_Ini_Perbedaan_Tari_Tradisional_Solo_dan_Yogyakarta

Jangan Bingung, Ini Perbedaan Tari Tradisional Solo dan Yogyakarta

Mungkin ada sebagian sahabat Hartono Trade Center yang belum mengetahui bahwa Solo dan Yogyakarta adalah kota bersaudara. Hal ini berhubungan dengan kisah masa lalu saat kerajaan Mataram Islam pecah menjadi dua.

Melalui Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 1755, berdiri kerajaan baru bernama Keraton Kasultanan dengan ibukota Yogyakarta. Sedangkan kerajaan lama, yaitu Keraton Kasunanan tetap berkedudukan di Surakarta atau Solo.

Sama namun tetap berbeda

Karena sama-sama berasal keturunan dari Mataram Islam, kedua kerajaan ini punya akar budaya yang tidak jauh berbeda. Meski demikian masing-masing tetap memiliki beberapa ciri tersendiri dalam berbagai bidang, termasuk dalam urusan seni tari.

Misalnya untuk tari lawung, bedhaya, drama tari atau wayang wong (wayang orang), keduanya mempunyai perbedaan pada tuntunannya. Jika melihat tarian Yogyakarta, sahabat Hartono Trade Center akan mendapat tujuh karakter penting. Masing-masing adalah wirama, wiraga, wirasa, greget, sawiji, ora mingkuh dan sengguh.

Sedangkan tari gaya Surakarta, memiliki delapan macam karakter. Diantaranya adalah pancat, pacak, ulat, luwe, lulus, wirama, wilet dan yang terakhir gending. Inilah yang membuat gaya tari tradisional Surakarta dan Yogyakarta jadi berbeda meski terlihat sama.

Ekspresi dan tema

Kemudian saat melihat tarian dari kedua daerah tersebut secara teliti, sahabat Hartono Trade Center pasti bisa menemukan perbedaan lain. Terutama terkait dengan ekspresi dan tema yang diusung dalam tarian tersebut.

Sebagian besar tarian klasik dari Solo mengandung tema romantis dan sedikit sensual namun tetap terasa elegan. Beda dengan tari klasik gaya Yogyakarta, biasanya lebih menonjolkan karakter heroik dan memiliki alur cerita beserta konflik. Contoh paling nyata terdapat pada tari Srimpi.

Kostum

Lanjut pada kostum, tarian Yogyakarta lebih sering menggunakan busana yang gaya dan desainnya terlihat lebih sederhana. Kainnya tidak memiliki banyak warna, bahkan tidak memakai kilau mencolok yang biasanya berasal dari perhiasan emas.

Sedangkan untuk tarian Surakarta, sahabat Hartono Trade Center pasti dapat melihat dengan jelas bahwa tampilan busananya terlihat sangat mewah. Penyebabnya antara lain karena keraton Kasunanan pernah melakukan pembaharuan. Sehingga desain baju penarinya juga menjadi lebih modern.

Gamelan

Apapun jenisnya, setiap tarian tradisional dari Yogyakarta maupun Surakarta selalu mendapatkan iringan musik dari gamelan. Tapi masing-masing dari kedua daerah ini juga punya perbedaan.

Gamelan Yogyakarta memiliki bentuk lebih sederhana, termasuk bagian ornamennya. Tapi untuk gamelan Surakarta atau Solo, selalu menggunakan warna dominan coklat dan kaya dengan hiasan khas Pakubuwono.

Kemudian untuk laras gending atau iramanya, gamelan Yogyakarta selalu mempunyai variasi yang lebih banyak. Sedangkan irama gamelan dari Surakarta justru terdengar halus dengan alasan untuk menjaga keaslian larasnya.

Meski punya beberapa perbedaan, sahabat Hartono Trade Center harus menyadari jika hal ini bukan merupakan masalah besar. Justru dengan adanya perbedaan ini, kita jadi semakin bangga karena memiliki kekayaan seni dan budaya yang sangat lengkap.